"Manusia tidak hanya hidup untuk makan. Meski gang-gang di Jakarta penuh lumpur dan jalanan masih kurang, aku memutuskan membangun gedung-gedung bertingkat, jembatan berbentuk daun semanggi, dan sebuah jalan raya, Jakarta Bypass. Aku juga menamai jalan dengan nama para pahlawan kami: Jalan Diponegoro, Jalan Thamrin, Jalan Cokroaminoto. Aku menganggap pengeluaran untuk simbol-simbol penting seperti itu tidak akan sia-sia. Aku harus membuat bangsa Indonesia bangga terhadap diri mereka. Mereka sudah terlalu lama kehilangan harga diri."
Kalimat di atas adalah penggalan buku otobiografi presiden pertama Republik Indonesia, Bung Karno, berjudul "Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat" karya Cindy Adams. Sebagai negara yang relatif masih baru, dalam kurun waktu 1950 hingga 1960-an, Jakarta sebagai ibukota negara mengalami perubahan yang signifikan dari segi pembangunan infrastruktur, Asian Games 1962 menjadi salah satu faktor utamanya.
Ditunjuknya Indonesia sebagai tuan rumah pesta olahraga negara-negara Asia atau Asian Games 1962 berimplikasi besar pada pembangunan Jakarta sebagai kota penyelenggara. Mengutip ingatan sejarawan Firman Lubis yang dituliskan dalam bukunya yang berjudul "Jakarta 1950-1970", secara umum, pembangunan ekonomi secara makro pada 1950 hingga 1960 masih sangat terbatas.
kompleks perumahan rel estate, gedung-gedung mewah dan bertingkat, mal-mal, hingga jalan-jalan protokol yang lebar belum ada.
"Gap antara orang kaya dan miskin tidaklah terlalu besar," tulis Firman Lubis.
Ditunjuknya Jakarta sebagai tuan rumah Asian Games 1962 menuntut infrastuktur yang harus disiapkan. Tidak hanya infrastuktur olahraga, tetapi juga infrastruktur pendukung lainnya seperti jalan raya dan tempat menginap para atlet.
Bung Karno tidak memiliki waktu yang banyak untuk berbenah menyambut Asian Games 1962. Penunjukkan Indonesia secara resmi sebagai tuan rumah baru pada Mei 1958 di mana saat itu Indonesia mengungguli Pakistan lewat pemungutan suara Dewan Federasi Asian Games. Banyak orang awam Jakarta pada saat itu menyebutnya "Asem Gim". Semboyan yang digunakan pada saat itu ialah "Ever Forward", atau dalam Bahasa Indonesia berarti "Maju Terus".
Proyek Mercusuar Bung Karno
Di tengah kondisi ekonomi Indonesia yang tengah terpuruk, Bung Karno justru memanfaatkan momentum Asian Games 1962 untuk menunjukkan harga diri dan wibawa Indonesia, negara yang pada saat itu baru berusia 17 tahun kepada dunia dengan menggelontorkan banyak anggaran untuk pembangunan.
Asian Games 1962 benar-benar membawa pengaruh yang besar bagi perubahan wajah Jakarta. Pada saat itu, infrastruktfur olahraga di Jakarta masih sangat minim, hanya ada Stadion Ikada (Ikatan Atletik Djakarta) yang pernah digunakan untuk menggelar Pekan Olahraga Nasional (PON) pada tahun 1951. Itu pun tidak memenuhi standar Asian Games.
Bung Karno dengan kenekatannya di tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak baik kemudian memoles wajah Jakarta dengan proyek-proyek "mercusuar".
Bung Karno kemudian menggagas sebuah kompleks olahraga besar an untuk menyambut Asian Games 1962 di Jakarta. Untuk menentukan lokasi pembangunan kompleks olahraga, Bung Karno mengitari langit Jakarta untuk mencari lokasi yang tepat dengan helikopter pribadinya. Menurut Firman Lubis, Bung Karno memang pernah memiliki sebuah helikopter bermerek Bell untuk keperluannya bepergian.
Kawasan Senayan yang pada mulanya adalah wilayah perkampungan terpilih menjadi lokasi dibangunnya kompleks olahraga untuk Asian Games 1962. Relokasi perkampungan Senayan dimulai pada 1959.
Stadion Senayan (yang kemudian dinamai Stadion Utama Gelora Bung Karno) dan Istora menjadi bangunan utama kompleks olahraga Senayan. Tidak tanggung-tanggung, stadion dibangun dengan kapasitas yang sangat besar, bisa menampung lebih dari seratus ribu orang. Atap tribun oval melingkar diklaim menjadi atap tribun stadion terbaik di dunia pada masanya. Pembangunan kompleks olahraga Senayan menjadi usaha kontruksi terbesar Jakarta pada saat itu.
“Stadion raksasa yang mampu menampung 100 ribu orang itu dilapisi atap kualitas terbaik pada massanya,” tulis Stefan Hübner dalam The Fourth Asian Games (Jakarta 1962) in a Transnational Perspective.
Stadion Utama Gelora Bung Karno diresmikan pada tahun 1962 oleh Bung Karno (Foto: Yusuf Harfi) |
Selain infrastruktur olahraga, infrastruktur pendukung lain juga tidak lepas dari proyek Bung Karno. Jalan-jalan protokol Jakarta seperti Jalan Sudirman diperlebar dan diperbagus. Jalan lingkar dalam Cawang-Slipi-Grogol juga dibangun. Jembatan Semanggi (Clover Leaf Bridge) yang ikonik dan monumental dibangun di persimpangan jalan Jenderal Sudirman.
Hotel Indonesia (HI) menjadi gedung pencakar langit pertama di Jakarta dengan 14 lantai. Hotel Indonesia dipersiapkan untuk menampung tamu-tamu penting dari negara kontingen Asian Games. Di samping HI, gedung Wisma Warta yang diperuntukkan bagi wartawan yang akan meliput Asian Games dibangun. Kini, bangunan bersejarah tersebut telah berganti menjadi Hotel Grand Hyatt.
Stadion Utama Gelora Bung Karno saksi bisu pembukaan Asian Games 1962 (Foto: Yusuf Harfi) |
Bantuan Uni Soviet
RBTH Indonesia, jaringan media Russia Beyond the Headline menyebut pemerintah Uni Soviet membantu memberikan pinjaman modal dalam pembangunan berbagai infrastruktur di Jakarta jelang Asian Games 1962.
Bung Karno memang memiliki hubungan yang dekat dengan Nikita Khrushchev, pemimpin Rusia pada saat itu. Hubungan diplomatik Indonesia dan Uni Soviet sendiri sudah terjalin sejak 1950, atau hanya lima tahun setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Nama "Indonesia" bahkan telah dikenal di Uni Soviet sebelum Indonesia merdeka lewat buku karangan Aleksander Guber yang ditulis pada 1933.
Meskipun memiliki perbedaan ideologi politik dan ekonomi, hubungan Indonesia dan Uni Soviet semakin dekat setelah pada 1956, Bung Karno untuk pertama kalinya mengunjungi Uni Soviet. Di Uni Soviet, Bung Karno berorasi di hadapan ribuan orang di Stadion Luzhniki, stadion terbesar Uni Soviet yang pada akhirnya menjadi dasar rancangan Stadion Utama Gelora Bung Karno menyambut Asian Games 1962. Atas dasar itulah banyak orang yang menyebut Stadion Gelora Bung Karno ialah kembaran Stadion Luzhniki.
Kerja sama kedua negara tidak hanya terbatas pada bidang militer dan perdagangan, tetapi juga kerja sama dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia. Dikutip dari laporan Tirto, pinjaman modal lebih dari 12,5 juta Dollar AS digelontorkan pemerintah Uni Soviet untuk membangun infrastruktur jelang Asian Games 1962.
Kontraktor pembangunan Stadion Senayan pun didatangkan dari Soviet. Wakil Perdana Menteri Uni Soviet pada saat itu, Anastan Mikoyan diundang ke Jakarta dalam penancapan tiang pancang Stadion Senayan pada 8 Februari 1960.
Selain membangun kompleks olahraga besar, proyek mercusuar Bung Karno juga menggagas bangunan-bangunan monumen besar yang dibangun di jalanan utama ibukota sebagai landmark seperti patung Selamat Datang di kawasan Bundaran HI, patung Dirgantara di kawasan Pancoran, Monumen Nasional, Patung Pembebasan Irian Barat, hingga Patung Tugu Tani di kawasan Menteng.
Sejarah monumen-monumen tersebut juga tidak lepas dari Uni Soviet seperti Tugu Tani yang dibuat oleh pematung kenamaan Uni Soviet, Matvey Manizer yang diminta secara khusus oleh Bung Karno untuk membuat patung bertema kepahlawanan saat kunjungannya ke Uni Soviet. Bahkan menurut ingatan Firman Lubis, Bung Karno sempat menggagas Menara Presiden Soekarno di Ancol, tetapi pembangunannya tidak pernah terlaksana.
Patung Selamat Datang di kawasan Bundaran Hotel Indonesia dibangun untuk menyambut para tamu Asian Games 1962 (Foto: Yusuf Harfi) |
Perombakan besar-besaran di bidang infrastruktur jelang Asian Games 1962 tidak lepas dari kritik yang tertuju kepada Bung Karno yang dianggap lebih mementingkan ambisi pribadinya membangun Jakarta daripada memikirkan kondisi ekonomi Indonesia. Selain itu, pembangunan patung-patung di Jakarta juga dianggap tidak mencerminkan budaya Indonesia.
"Indonesia tengah mengalami pertumbuhan ekonomi yang lesu. Hampir tidak ada penanaman modal asing karena rezim Orde Lama sangat antikapitalis," tulis Firman Lubis.
Soekarno melawan kritik yang tertuju kepadanya dengan membangga-banggakan infrastruktur monumental yang dibangun jelang Asian Games 1962 di Jakarta. Menurutnya, membangkitkan kebanggaan rakyat atas negaranya juga merupakan hal yang penting di samping mengurusi urusan perut.
"Banyak orang memiliki wawasan picik dengan mentalitas warung kelontong menghitung-hitung pengeluaran itu dan menuduhku menghambur-hamburkan uang rakyat. Ini semua bukanlah untuk keagunganku, tapi agar seluruh bangsaku dihargai oleh seluruh dunia. Seluruh negeriku membeku ketika mendengar Asian Games 1962 akan diselenggarakan di ibukotanya. Kami lalu mendirikan stadion dengan atap melingkar yang tak ada duanya di dunia. Kota-kota di dunia memiliki stadion yang besar, tapi tak ada yang memiliki atap melingkar. Ya, memberantas kelaparan memang penting, tetapi memberi jiwa mereka yang telah tertindas dengan sesuatu yang dapat membangkitkan kebanggaan -- ini juga penting,"
Sarana promosi Asian Games 2018 di kawasan Jembatan Semanggi. Indonesia kembali menjadi tuan rumah Asian Games untuk kedua kalinya pada tahun 2018. (Foto: Yusuf Harfi) |
Asian Games 1962 adalah edisi Asian Games ke-4 yang berlangsung pada 24 Agustus- 4 September 1962. Sebanyak 1.460 atlet dari 16 negara berpartisipasi memperbutkan kejuaraan pada 15 cabang olahraga.
Keberhasilan Bung Karno menyiapkan infrastruktur Asian Games 1962 juga diikuti oleh keberhasilan kontingen Indonesia yang berhasil bertengger di posisi kedua perolehan medali terbanyak di bawah Jepang. Indonesia berhasil meraih 21 emas, 26 perak, dan 30 perunggu.
56 tahun berlalu, Indonesia kembali ditunjuk menjadi tuan rumah Asian Games 2018 yang akan digelar di kota Jakarta dan Palembang pada 18 Agustus sampai 2 September 2018. Itu berarti, Jakarta akan kedua kalinya kedatangan atlet-atlet dari berbagai negara Asia. Kompleks olahraga Senayan yang digagas Bung Karno pada 1962 akan kembali digunakan. Infrastruktur pendukung lain juga tengah dipersiapkan. Akankah keberhasilan Asian Games 1962 akan terulang di tahun 2018? Menarik kita nantikan bersama. (Yusuf Harfi/ Howdy Jndonesia)
Comments
Post a Comment
Saya harap anda puas membaca tulisan saya seperti halnya saya puas saat menulisnya.
Kamu adalah apa yang kamu tulis! Komentarmu mencerminkan isi otakmu. Mari budayakan berkomentar baik di internet.