Ada Rindu di Malinau

                                                         Berfoto bersama siswa SMAN 6 Malinau, Kalimantan Utara  (Dokumentasi narasumber)
"Siapakah Bapak Pramuka Dunia?" "Pak Yayan dan Pak Yuda", jawab para siswa dengan percaya diri.

"Mereka tahunya kami berdua, saya dan Pak Yuda lah yang membuat kegiatan pramuka kepada mereka, jadi mereka tahunya kami lah Bapak Pramuka Dunia", ujar pria 23 tahun asal Purbalingga ini dengan tertawa.

Dia adalah Yayan Triyantoro. Seorang sarjana lulusan Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta ini adalah satu satu dari sekian banyak orang-orang yang terpanggil untuk mengikuti program Sarjana Mendidik Daerah Terdepan, Terpencil dan Tertinggal (SM3T) yang diadakan oleh Kementerian Pendidikan Republik Indonesia angkatan kedua yang ditugaskan untuk mengajar di SMA Negeri 6 Malinau, Kalimantan Utara.

Cerita ini berawal dari terpanggilnya jiwa merantau seorang Yayan Triyantoro. Ia berkeinginan merantau ke luar Jawa untuk mengabdi sebagai pengajar, terpilihlah ia dalam seleksi program SM3T tahun 2012. Ia sama sekali tidak mengenal daerah Malinau saat pertama tahu ia akan ditempatkan di daerah yang berbatasan langsung dengan negara Malaysia tersebut. Selama setahun, ia mengabdikan diri mengajar sekitar tiga puluhan siswa di SMA Negeri 6 Malinau. Banyak suka duka yang ia alami selama menjalankan tugas di Malinau. Rasa rindu dengan keluarga di Jawa adalah salah satunya. "Namanya juga jauh dari perantauan, rasa rindu itu muncul. Kita kangen sama orangtua, teman, sahabat yang ada di Jawa. Tetapi, kami saling menguatkan ketika rasa kangen itu sedang besar-besarnya", ungkap Yayan.

                                                                    Saat-saat terakhir bersama siswa SMAN 6 Malinau (dokumentasi narasumber)
Kini, Yayan telah menyelesaikan tugasnya di Malinau dan kembali ke Jawa dan sedang ditugaskan untuk mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) di Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Ia pun dengan senang hati menceritakan pengalaman mengajarnya di Malinau saat saya temui. Berikut petikan wawancara dengan Yayan Triyantoro, pengajar SM3T asal Purbalingga yang ditugaskan di Malinau, Kalimantan Utara.

Bagaimana perasaan Anda saat pertama tahu ditempatkan di Malinau?
"Pertama kali, saya belum tahu Malinau itu seperti apa, masih bingung. Kemudian saya searching dan akhirnya tahu ternyata Malinau itu ada di Kalimantan yang pendidikannya masih kurang."

Bagaimana keadaan sekolah saat Anda tiba di Malinau?
"Di SMAN 6 Malinau, gedungnya masih beratap kayu yang hanya menumpang gedung SMP. Gedung milik sendiri belum bisa ditempati karena belum selesai dibangun, gedung baru tersebut saya pikir sudah cukup baik."

Bagaimana fasilitas sekolah disana?
"Sangat minim, ya. Terlihat dari yang pertama, sarana buku perpustakaan itu sangat sangat kurang. Hanya ada 5 buku, sedangkan disitu ada sekitar 30 anak, sehingga sistem belajar mereka berkelompok. Kemudian, sarana listrik belum ada, hanya ada listrik genset untuk malam hari. Lab seperti lab komputer, lab bahasa, lab IPA pun belum ada."

Suka duka saat mengajar di Malinau?
"Yang pertama rasa kangen dengan keluarga di Jawa. Kemudian, biasanya kita mendengar suara adzan lima kali sehari ketika di Jawa, saat penempatan disana saya tidak pernah mendengar adzan. Awalnya memang canggung, tapi mungkin itu juga sebagai ujian mental untuk kami juga. Rasa senangnya itu mungkin kita bisa ya berbaur dengan murid, kemudian bisa memiliki pengalaman bercocok tanam ala masyarakat setempat yang mengajari kita bahwa semua berasal dari alam. Lalu, tempat saya bertugas kebetulan hanya dapat ditempuh dengan udara, itu pengalaman pertama saya menaiki pesawat perintis yang jumlah penumpang pada saat itu hanya berdua dengan satu pilot. Itu pengalaman yang sangat luar biasa."

Kesan pesan saat mengajar di Malinau?
"Ya, saya sangat berterimakasih terhadap progam dari pemerintah ini tentang SM3T sehingga kita mengetahui perbedaan antara pendidikan yang saya pelajari di Jawa dengan di luar Jawa sehingga kita tahu betapa susahnya mereka menggapai pendidika. Pesannya itu mungkin, kita sebagai pendidik supaya saling memberikan ilmu yang telah didapat. Semoga proram ini selalu berkelanjutan."

Terakhir, apa harapan Anda untuk pendidikan Indonesia ke depan?
"Harapannya, ya sesuai dengan undang-undang untuk mencerdaskan anak bangsa, semoga pendidikan di Indonesia itu semakin maju, semakin baik, tidak ada yang terbelakang, diusahakan semerata mungkin sehingga semua dapat mengenyam pendidikan."

Ia menutup percakapan kami sore itu dengan harapan akan pendidikan Indonesia yang merata sesuai dengan amanat undang-undang dalam rangka mencerdaskan anak bangsa. Tulisan ini dibuat untuk memberikan apresiasi yang tinggi terhadap profesi guru dan pendidik maupun orang-orang yang pernah mengajar. Bagaimanapun, guru adalah profesi yang amat mulia, di tangan merekalah masa depan bangsa Indonesia ditentukan.

Berikut rekaman wawancara lengkap dengan Yayan Triyantoro, Guru SM3T Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta yang mengajar di SMAN 6 Malinau, Kalimantan Utara. Semoga kita dapat mengambil pelajaran berharga dari mereka, orang-orang yang terpanggil untuk mengabdikan ilmunya pada sesama.




Sumber foto: dokumentasi pribadi narasumber
Sumber video: https://www.youtube.com/watch?v=-EWHKTkflHo (dokumentasi pribadi penulis)

Berlangganan lewat Facebook, Klik Disini

Comments