Alun-alun Wates, 15 Oktober 2033

Pukul 06.05 WIB, Pesawat Garuda Indonesia yang saya naiki dari Changi Airport Singapura mendarat mulus di Nyi Ageng Serang International Airport. Saya disambut bangunan megah yang dinamai dengan nama seorang sosok pahlawan wanita itu. Bandara yang hebat pikir saya. Bandara yang baru saja mendapatkan penghargaan Bandara Terbersih di Indonesia. 

Dari bandara saya langsung menaiki kereta bandara untuk melanjutkan perjalanan ke rumah orangtua saya. Tidak sampai 20 menit saya sampai di Stasiun Wates. Stasiun yang kini berdiri megah dengan 3 lantai. Puluhan jadwal kereta diberangkatkan dari stasiun ini tiap harinya ke berbagai daerah di Indonesia. Saya melanjutkan perjalanan ke rumah orangtua saya dengan taxi. Dari kaca mobil, terlihat taman kota yang sekarang rapi dan bersih, saya ingat dulu taman-tman kota disini selalu saja terbengkalai hingga terkesan terlihat kumuh. Kini keadaan berbalik 180 derajat. Kini terlihat sangat asri dengan pepohonan yang tinggi dan rindang. Terlihat juga beberapa orang sedang membaca buku di bawah pepohonan yang segar, ada juga yang sekedar bercengkerama di bawah sinar matahari pagi. Tidak lagi terlihat coretan-coretan vandalisme seperti yang terlihat dulu saat tempat ini baru saja dibangun. 

Sungguh kemajuan yang sangat luar biasa. 20 tahun lalu, kota ini jarang terdengar namanya. Bahkan, kadang ada orang yang tertawa hanya karena mendengar nama Kulon Progo. Tertawa meremehkan tentunya. Namun, sejak terealisasinya beberapa mega proyek seperti bandara internasional, pelabuhan, dan pabrik pasir besi oleh Pemerintah Daerah, Kulon Progo berubah pesat ke arah yang lebih maju. Tidak heran jika perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta kini sangat bergantung kepada Kulon Progo. 

Keesokan harinya saya diundang menghadiri wisuda S-3 adik saya di Universitas Negeri Yogyakarta di Wates. Berhubung rumah orangtua saya dengan UNY sangat dekat, saya sengaja memilih jalan kaki menuju kampus. Dari kejauhan sudah terlihat gedung rektorat UNY yang berdiri megah nan indah menghadap ke selatan. Ya, sejak 5 tahun yang lalu, seluruh kegiatan perkuliahan UNY dipindahkan dari Yogyakarta ke Wates. 

Disana, saya bertemu dan bersalaman dengan legenda hidup bulutangkis Indonesia asal Kulon Progo, Dyonisous Hayom Rumbaka yang juga menghadiri wisuda anaknya. Setelah menjadi juara dunia pada tahun 2020 di China, Hayom memang memutuskan untuk gantung raket. Sungguh seorang atlet yang bersahaja. 

Alun-alun Wates, 15 Oktober 2033 

Sebenarnya hari ini saya harus kembali ke Singapura untuk menyelesaikan pekerjaan. Namun saya memutuskan untuk tinggal sehari lagi. Saya ingat hari ini adalah hari yang sangat penting untuk Kulon Progo. Hari jadi Kulon Progo ke-82 Hentakan sepatu pasukan pengibar bendera merah putih terdengar menandakan upacara peringatan hari jadi Kulon Progo ke-82 akan segera dimulai. Bupati Kulon Progo bertindak sebagai inspektur upacara. Nampak Presiden Republik Indonesia duduk berdampingan dengan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Presiden memang menyempatkan diri menghadiri upacara berhubung beliau sedang berada di Kulon Progo untuk meresmikan Masjid Agung Kulon Progo yang baru. 

Di podium, Bupati Kulon Progo membacakan kembali sejarah Kulon Progo dari awal berdirinya 82 tahun yang lalu. Mata saya berkaca-kaca, sungguh sebuah momen yang mengharukan dapat berbaur kembali dengan masyarakat Kulon Progo setelah bertahun-tahun meninggalkan kampung halaman. Disinilah selama hampir 20 tahun lamanya saya dibesarkan, disinilah selama hampir 20 tahun saya belajar bagaimana mencintai negeri, disinilah selama hampir 20 tahun saya belajar bagaimana cara memajukan kampung halaman saya sendiri. 

Selamat ulangtahun Kulon Progoku, teruslah maju...

 

Comments

Post a Comment

Saya harap anda puas membaca tulisan saya seperti halnya saya puas saat menulisnya.

Kamu adalah apa yang kamu tulis! Komentarmu mencerminkan isi otakmu. Mari budayakan berkomentar baik di internet.