Menapak Tilas Kota Tua Semarang

 

Seperti yang banyak dibilang para pelancong di tulisan perjalanan mereka ketika berada di Semarang, kawasan Kota Tua ialah salah satu rekomendasi yang cocok bagi mereka yang tidak punya waktu lama singgah di kota yang terkenal dengan lunpia dan bandeng prestonya ini. 

Bagi saya, jalan kaki merupakan cara terbaik untuk menikmati detil demi detil, sudut demi sudut, dan keindahan demi keindahan kawasan kota tua. Dengan berjalan kaki, saya bebas dapat berhenti kapan saja, melongok-longok bagian dalam bangunan tua, meraba-raba tembok yang umurnya sudah ratusan tahun lamanya, dan tentunya tak perlu merogoh kocek untuk hal itu. Sebenarnya banyak pilihan, puluhan tukang becak yang berjajar di sepanjang jalanan siap mengantar sekaligus menjadi tour guide selama di Kota Tua, atau kalau pun tidak, bus wisata dengan kap terbuka siap menjadi alternatif cara menikmati Little Nederland


Gereja Protestan Indonesia Barat Immanuel, atau yang lebih familiar disebut dengan Gereja Blenduk menjadi titik awal saya selama di Kota Tua. Kabarnya gereja ini sudah berdiri dua setengah abad silam dan hingga kini masih digunakan sebagai tempat ibadah. Disebut Gereja Blenduk karena bentuk atapnya yang berbentuk setengah bola atau kalau orang Jawa bilang mblenduk. Dulu pada zaman kolonial, gereja ini sebenarnya bernama Nederlandsch Indische Kerk. Kesulitan mengucapkannya, masyarakat setempat lebih suka menyebutnya Gereja Blenduk. Banyaknya aktivitas di sekitaran gereja memperlihatkan bahwa gereja ini salah satu spot favorit orang-orang di kawasan Kota Tua. Banyak dari mereka menenteng kamera, beberapa pasangan calon pengantin juga terlihat sedang sibuk melakukan sesi pemotretan pre wedding di sekitaran bangunan putih dengan empat pilar besar di depannya itu.


Bangunan-bangunan tua di sepanjang jalan Letjen Suprapto ini terlihat masih terawat dengan cat yang didominasi warna putih, khas bangunan kolonial, beberapa bangunan kini digunakan sebagai gedung perkantoran seperti kantor asuransi Jiwasraya dan Bank Mandiri, ada juga yang digunakan sebagai restoran ayam bakar, meskipun sayangnya beberapa bangunan ada yang sudah tak digunakan karena mengalami kerusakan.


Sayang Sekali Kan Kalau Tidak Terawat?
Sebenarnya agak miris juga ketika menemui beberapa bangunan di Kota Tua Semarang yang sudah rusak, kanal-kanal air yang tidak terawat, belum lagi kebersihannya, banyak sampah menumpuk di bawah jembatan yang baunya membuat siapa saja yang datang tidak nyaman. 


Permasalahan klasik pemerintah Indonesia, mungkin hampir di setiap daerah. Banyak situs peninggalan zaman kolonial yang sebenarnya dilindungi oleh undang-undang sebagai bangunan cadar budaya kurang mendapat perawatan yang baik. Jangan sampai bangunan-bangunan saksi bisu sejarah perjalanan bangsa Indonesia ini terbengkalai. Maka tidak berlebihan saya pikir, Kota Lama Semarang adalah bagian dari perjalanan bangsa

Comments