Mereka yang Berjuang Lewat Tulisan


Penulis besar Mesir, Sayyid Qutb pernah mengatakan, "satu peluru hanya mampu menembus satu kepala, tapi satu tulisan mampu menembuh jutaan kepala". 

Kalimat tersebut nampaknya sangat sesuai dengan apa yang dilakukan para pejuang republik ini dalam merebut kemerdekaan. Selain berjuang dengan fisik, perjuangan juga mereka lakukan dengan menulis. Pada era sebelum kemerdekaan, menulis menjadi salah satu senjata ampuh untuk melawan penjajahan sekaligus sarana untuk meggelorakan semangat juang.

Monumen Pers Nasional yang terletak di Kota Surakarta atau lebih sering orang menyebutnya Kota Solo adalah rumah bagi artefak-artefak jurnalistik bersejarah pra kemerdekaan hingga paska kemerdekaan Republik Indonesia. Terletak di persimpangan Jalan Gadjah Mada dan Jalan Yosodipuro, saya berkesempatan berkunjung ke monumen yang di dalamnya menyimpan berbagai benda bersejarah terkait dengan pers Indonesia seperti koran dan surat kabar jaman sebelum kemerdekaan Indonesia.

Dengan kereta api Prambanan Ekspres, saya turun di Stasiun Balapan Solo. Menurut penunjuk arah GPS, lokasi Monumen Pers Nasional hanya sekitar 3 km dari Stasiun Balapan. Sebenarnya saya bisa saja naik Batik Solo Trans (BST), semacam bus TransJogja kalau di Jogja. Tapi, saya memilih untuk jalan kaki sembari melihat lebih detil keramaian sudut-sudut kota Solo.




Tepat di Jalan Gadjah Mada nomor 59, atau sebelah barat Istana Mangkunegaran, Monumen Pers Nasional berdiri kokoh, bangunan utamanya bertingkat seperti layaknya bangunan candi. Memasuki ruang utama, saya disambut beberapa diorama yang menceritakan perjalanan sejarah pers Indonesia dari masa penjajahan hingga setelah kemerdekaan, patung pahatan kepala tokoh-tokoh penting dalam perjuangan pers Indonesia seperti GSSJ Ratulangi, Djamaludin Adinegoro, sampai Ernest Douwes Dekker menghiasi sisi kanan dan kiri ruang utama. Sebuah batu prasasti peresmian Monumen Pers Nasional diletakkan tepat setelah pintu masuk utama Monumen pers Nasional. Puluhan Surat Kabar dan foto-foto bersejarah era kolonial hingga paska kemerdekaan juga tertata rapi menghiasi ruang utama bangunan yang telah ditetapkan sebagai salah satu cagar budaya Indonesia ini.


Comments