Merajut Nusantara dengan Kereta

Foto: Yusuf Harfi

Pertengahan Juli hingga Agustus 2017 lalu, dalam rangka menyambut momentum 150 tahun hadirnya kereta api di Indonesia, saya sengaja melakukan perjalanan yang saya beri nama Ekspedisi Kalung Besi dengan mengunjungi beberapa kota di Jawa mulai dari Semarang, Yogyakarta, Bandung, Purwakarta, hingga Ibukota Jakarta. Satu tujuan utama perjalanan tersebut adalah untuk membuktikan bahwa hadirnya kereta api di Indonesia adalah suatu hal yang membawa manfaat besar bagi masyarakat. Di samping itu, perjalanan ini juga sekaligus untuk menyambut peringatan 72 tahun PT. Kereta Api Indonesia pada 28 September 2017. 

Megahnya sejarah kejayaan kereta api tempo dulu hingga semakin strategisnya peran kereta api di era sekarang menjadi dua poin penting hal yang saya temukan sepanjang perjalanan menyusuri stasiun-stasiun hingga tempat-tempat bersejarah lainnya seperti museum. 

Dibukanya jalur kereta api Semarang-Tanggoeng pada 1867 silam oleh pemerintah kolonial  menjadi titik awal sejarah panjang kereta api hadir sebagai layanan tranportasi massal pertama di Indonesia. Selain untuk mengangkut barang dan komoditas, kereta api di masa kolonial juga cukup diminati oleh warga pribumi untuk bepergian. Laporan Tirto berjudul "Dahulu, Kini, dan Masa Depan Ada di Kereta" menyebut dahulu orang-orang pribumi lebih suka bepergian naik kereta api, itulah mengapa pada saat itu stasiun kereta api lebih banyak dipadati orang-orang pribumi dibanding orang Eropa yang lebih suka tinggal di rumah. Rujukan tersebut dikutip dari buku Engineer of Happyland (2006) karya Rudolf Mrazek.

Dalam selang waktu kurang lebih 60 tahun saja, pada 1928, panjang jalur kereta api sudah mencapai 7.464 kilometer meliputi Jawa, Sumatera, dan sebagian kecil Sulawesi. Saya teringat ucapan Rochani, salah seorang guide di musem kereta api Lawang Sewu. “Kalau tidak dijajah Belanda, Indonesia mungkin belum punya jalur kereta api sepanjang itu,” katanya.

Foto arsip Stasiun Samarang NIS, stasiun pertama yang dibangun di Indonesia. (Foto: Yusuf Harfi)
Bicara tentang Indonesia yang memiliki banyak pulau, sejarah kolonial mencatat kereta api juga pernah hadir tidak hanya di Jawa dan Sumatera. Pulau-pulau lain di wilayah Indonesia juga pernah memiliki jaringan kereta api yang dibangun pemerintah kolonial. Sepanjang 47 kilometer rel pernah dibangun di Sulawesi pada 1922 yang hanya digunakan selama delapan tahun. Kalimantan dan Madura pernah memiliki jaringan trem uap sepanjang 145 kilometer yang beroperasi hingga 1975 untuk melayani industri perhutanan dan pertambangan. Hadirnya sepur uap di luar Jawa tersebut saya kutip dari buku Sepoer Oeap di Djawa Tempo Doeloe karya Olivier Johannes Raap, seorang Belanda yang mendalami sejarah Indonesia. Bahkan, buku Aanlog Van Staatspoorwegen in Nederlandsh Borneo ein Zuid Sumatra menyebut bahwa rencana kereta di Kalimantan dan Sumatera sudah ada sejak 1891. Namun sayang, jaringan kereta di luar Jawa yang dihadirkan oleh pemerintah kolonial tidak bertahan lama, hanya jaringan di Sumatera yang masih mampu bertahan hingga kini.

Di era pasca kemerdekaan, babak baru kereta api di Indonesia dimulai setelah pengambilalihan aset kereta api peninggalan kolonial. Gagasan menasionalisasi kereta api dimulai dengan perebutan stasiun-stasiun di Jakarta dan diikuti beberapa daerah lain. Puncaknya, Angkatan Muda Kereta Api (AMKA) mendeklarasikan pengambilalihan kereta api ke tangan Indonesia secara penuh pada 28 September 1946 di Bandung, yang kini diperingati sebagai Hari Kereta Api Nasional sekaligus lahirnya Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI), cikal bakal PT. Kereta Api Indonesia (KAI).

Kereta api kian diminati masyarakat untuk bepergian, apalagi ketika musim mudik labaran tiba. Tiket kereta api selalu saja habis dipesan bahkan berbulan-bulan sebelum lebaran. Tambahan gerbong setiap musim mudik pun belum mampu memenuhi kebutuhan kursi penumpang yang ingin pulang ke kampung halaman. Kementerian Perhubungan memperkirakan pada musim mudik 2017 kemarin, ada sekitar 5,6 juta orang Indonesia eksodus besar-besaran dalam waktu yang relatif sama selama musim mudik lebaran. Angka tersebut meningkat 1,5 juta orang dari tahun 2016, dan diprediksi akan meningkat lagi tahun depan. Semakin diminatinya kereta api tidak lepas dari peningkatan pelayanan meliputi peremajaan gerbong hingga berbagai inovasi lainnya untuk meningkatkan kenyamanan penumpang. Sepanjang tahun 2017, PT. KAI berencana melakukan peremajaan gerbong dengan mengganti 438 gerbong. Peremajaan akan terus dilakukan hinga tahun 2019. Sebanyak 900 gerbong baru buatan PT. Industri Kereta Api Indonesia (NKA) ditargetkan akan menggantikan gerbong-gerbong yang telah berusia lebih dari 30 tahun. Sementara saat ini jumlah kereta yang dimiliki sejak tahun 2016 sebanyak 460 lokomotif, 760 KRL, 1.745 kereta, dan 6.997 gerbong. Pada tahun 2016, PT. KAI telah mengangkut sebanyak 352,3 juta penumpang sepanjang tahun.

Stasiun Palmerah, Jakarta Pusat setelah direnovasi. Kenyamanan penumpang harus terus ditingkatkan. (Foto: Yusuf Harfi)
Kereta Api untuk Semua
Data dari Kementerian Perhubungan mencatat saat ini terdapat 6.324 kilometer rel kereta api di Jawa, sejauh 3.600 kilometer rel masih beroperasi. Di Sumatera, dari total 1.835 kilometer rel, 1.369 kilometer di antaranya masih beroperasi. Dari data tersebut dapat diketahui bahwasanya kereta api di Indonesia baru dapat dinikmati oleh segelintir orang. Masyarakat di Jawa mungkin paling beruntung karena infrastruktur yang dimiliki paling lengkap, mengingat Jawa adalah pusat pemerintah kolonial pada waktu itu. Sementara bagi masyarakat di sebagian Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan pulau-pulau lain di Indonesia belum dapat menikmati layanan kereta api untuk bepergian. Menjadi tantangan kereta api Indonesia di masa yang akan datang, yakni menghadirkan kereta api bagi seluruh masyarakat Indonesia, bukan hanya di pulau-pulau tertentu saja.

Di sisi lain, seperti mengulang lagi visi yang telah dilakukan pemerintah kolonial seabad yang lalu, pemerintah telah memprogramkan proyek rel sepanjang 4.000 kilometer akan dibangun di Sulawesi, Kalimantan, dan Papua. Saya kutip dari tirto.id, rincian proyek rel tersebut adalah 1.772 kilometer trans Sulawesi, 2.428 kilometer trans Kalimantan, dan 390 kilometer trans Papua. Program tersebut tertuang dalam Proyek Strategis Nasional yang ditandatangani Presiden Joko Widodo melalui Perpres Nomor 3 Tahun 2016. Melihat potensi dan berbagai keunggulan moda transportasi kereta api dibandingkan moda lain, proyek untuk menghadirkan kembali kereta di luar Jawa dan Sumatera harus diakselerasi untuk sesegera mungkin menggeliatkan perekonomian yang saat ini hanya terkonsentrasi di Jawa dan Sumatera

Tantangan lain yang harus di hadapi kereta api Indonesia di masa yang akan datang ialah membangun konektivitas transportasi untuk mendukung keterjangkauan daerah di Indonesia. Tidak hanya satu moda transportasi, namun konektivitas yang harus dibangun meliputi moda transportasi darat, laut, dan juga udara. Dalam rangka membangun konektivitas antar moda transportasi tersebut, PT. KAI telah memprogramkan beberapa proyek di Jawa maupun luar Jawa di antaranya LRT Palembang, Kereta Api Bandara Minangkabau, Kereta Api Trans Sulawesi, Kereta Api Bandara Soekarno-Hatta, LRT Jabodebek, Kereta Api Bandara Kulonprogo, dan Kereta Api Bandara Adi Sumarmo.

Konektivitas tersebut harus terus dikembangkan untuk menghubungkan antar daerah. Salah satu faktor utama pertumbuhan ekonomi adalah konektivitas antar daerah. Konektivitas akan mendorong kemudahan perhubungan yang pasti menumbuhkan perekonommian yang baik, hal itulah yang harus direspon dengan baik oleh PT. Kereta Api Indonesia di usianya yang sudah cukup matang ini.

Berbagai tantangan dan tentunya harapan masyarakat Indonesia akan moda transportasi yang baik harus menjadi bahasan dan cita-cita kereta api Indonesia di masa mendatang. Selain untuk memberikan pelayanan yang baik, tentu PT. KAI harus ambil bagian dalam memajukan transportasi dengan merajut daerah demi daerah di Nusantara dengan kereta. Momentum 150 tahun hadirnya kereta api di Indonesia serta 72 tahun PT. KAI pada tahun 2017 ini, semoga membawa pesan bahwasanya tersedianya transportasi massal yang baik adalah hak semua orang.

Comments